Member-only story
Ngapain Beli Baju Lebaran Sih?
Ketika ada yang bercerita ingin membeli baju lebaran tiga set, ada dari kita yang justru membalas cerita tersebut dengan "aku sih gak perlu beli baju lebaran. Karena buat apa gak sih?" Padahal, siapa tahu dia membeli baju selengkap itu, karena hanya tahun ini ada kesempatan membelinya. Beberapa tahun lalu, barangkali ia hanya fokus membelikan baju untuk orang rumah, tapi bukan untuk dirinya.

Baca gratis di sini: https://akhyatunnisa.medium.com/ngapain-beli-baju-lebaran-sih-93af8647a6cf?sk=a2f62970212dd2c9ba554069e7ddcef9
Di belahan bumi lain, ketika ada yang menceritakan keinginannya untuk memberikan bingkisan kue kepada sanak keluarga, ada dari kita yang justru "ngapain repot-repot sih kan kita belum berkeluarga. Biar sesama orang tua saja yang menjalankan tradisi itu." Sejak kapan kebaikan dikotak-kotakkan? Barangkali dia melakukan itu karena orang tuanya sudah pensiun dan tidak bisa membagikan bingkisan apa pun kepada siapa pun.
Dari dua cerita tersebut, ada garis sambung yang mirip. Bahwa banyak dari kita yang cepat tanggap dengan pengalaman orang lain. Bukan untuk memahami pengalamannya kemudian mendengarkan maksudnya. Melainkan untuk menilai dan mengoreksinya. Seolah-olah ingin membuktikan bahwa kehidupan orang lain tidak memenuhi standar yang kita anut, yang juga secara umum masyarakat anut.
Miris sih. Seolah perlakuan apa pun hanya terdiri dari satu garis lurus. Padahal masih ada cabang-cabang perlakuan mengapa manusia melakukan suatu hal.
— Opini Singkat — Akhyatun Nisa