Bunga Tahun Ini
Aku melihat bunga-bunga yang mati di taman. Ada anggrek sebagai simbol konsistensi cinta, krisan sebagai simbol duka dan kepedihan, anyelir merah menggambarkan kerinduan, hingga mawar kuning yang menggambarkan eratnya persahabatan.

Setiap bunga yang kulihat sudah hampir kering, bercampur dengan butiran tanah yang agak basah oleh hujan malam ini. Warnanya sudah pudar, seperti bunga yang hampir kehilangan identitasnya.
Aku berjalan menyusuri sudut taman lain. Berharap tak lagi menemukan tumpukan bunga yang mati. Hingga setelah beberapa langkah kakiku mengayun, ada bunga yang masih mekar sempurna. Beberapanya seperti baru mekar hari ini.
Ada bunga tulip simbol dari semangat yang tinggi, bunga matahari simbol ketulusan, bunga edelwis simbol perjuangan, hingga dandelion simbol keberanian. Bunga-bunga tersebut begitu indah memanjakan mataku hari ini. Mendukungku untuk juga memekarkan diri agar kembali berjuang dan punya semangat yang tinggi setelah ini.
Di pinggir taman aku kemudian mengistirahatkan diri. Melihat sekeliling, mencium setiap aroma yang timbul, dan melihat lebah hinggap di atasnya. Sejuk, seroma dipeluk oleh orangtua yang kembali meyakinkan anaknya untuk terus hidup lebih baik.
Hingga setelah udara semakin dingin, aku memetik satu bunga yang kuharap dapat menggairahkan hidupku setelah ini, bunga tulip. Akan kukembalikan semangat yang tinggi menjulang itu. Akan kupancing dengan kuat semangat yang menggelegar itu.

Di perjalanan pulang aku sekalian membeli amplop putih. Di sana kutulis “selamat ulang tahun diriku, kembalilah semangat seperti dulu.” Aku selipkan amplopnya di celah-celah ranting bunga. Kusemayamkan sebagai bentuk tekad diri, untuk tidak lagi mudah menyerah. Untuk tidak lagi memprioritaskan penilaian orang lain atas perjuangan diri sendiri.
Hi Aya! Selamat ulang tahun hari ini ❤️
— Cerita Analogi — Akhyatun Nisa